Penulis : Muhammad Al-Fatih (Internship)
Yogyakarta, Sabtu 22 Maret 2025 – Gedung Kembar AR. Fachruddin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, nampak rampai dikerumuni Civitas Akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dengan memegang spanduk bertuliskan “Demi Masa Depan Berbangsa dan Bernegara”. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk sikap yang tegas dari Civitas Akademika UMY terhadap pengesahan Revisi Undang-Undang TNI menjadi Undang-Undang tepatnya pada hari Kamis, 20 Maret 2025.
Dalam agenda ini terlihat kekhawatiran yang sangat mendalam oleh civitas akademika sebagaimana yang disampaikan oleh Prof Zuly Qodir, Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan, dalam pembacaan sikap yang dibawakan, beliau menegaskan bahwa “Kekhawatiran dan ketakutan masyarakat cukup beralasan lantaran dari proses penyusunan RUU menjadi UU yang berlangsung sangat cepat, kurang transparan, seolah sembunyi-sembunyi, dan mengabaikan aspirasi publik secara luas. Terlebih substansi perubahan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI ini sangat krusial, karena memberikan ruang yang besar kepada TNI berkiprah di ranah publik yang bisa mengancam demokrasi”.
Sebagai lembaga pendidikan yang memastikan dan mengawal masa depan generasi muda berada pada jalan yang benar, sudah selayaknya lembaga pendidikan seperti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengambil dan menyatakan sikapnya secara tegas. Adapun sikap yang disampaikan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta adalah :
- Menuntut Pemerintah dan DPR untuk menjunjung tinggi konstitusi dan tidak mengkhinati amanat rakyat dengan menjaga prinsip demokrasi dan supremasi sipil
- Menuntut TNI/Polri, sebagai alat negara, melakukan reformasi internal dan meningkatkan profesionalisme untuk memulihkan kepercayaan publik.
- Menghimbau seluruh insan akademik di seluruh Indonesia untuk tetap menjaga kewarasan dari sikap dan perilaku yang melemahkan demokrasi, dan melanggar konstitusi.
- Mendorong dan mendukung upaya masyarakat Sipil mengawal agenda Reformasi dengan menjaga demokrasi dan supremasi sipil.
- Memohon kepada presiden untuk tidak menandatangani revisi UU TNI yang disahkan oleh DPR RI dan menerbitkan PERPPU mengembalikan TNI pada kedudukan seperti semula.
- Mendorong masyarakat sipil untuk melakukan Jihad konstitusi, mengajukan Judicial Review (JR) atas RUU TNI yang sudah resmi menjadi UU.
Menurut Prof Iwan Satriawan, SH, MCL PhD, Dekan Fakultas Hukum UMY, UU TNI harus mengacu pada Pasal 30 UUD 1945, yang mengatur fungsi TNI dan Polri. Ia menekankan betapa pentingnya profesionalisme kedua institusi tersebut sebagai alat negara dalam menjaga keamanan negara dan masyarakat. Selain itu, Iwan Satriawan juga memberikan penekanan bahwa demokrasi tidak akan ada jika ada senjata karena ada ketakutan, serta meminta kepolisian untuk berfungsi sebagai alat pengamanan masyarakat secara profesional.
Selain karyawan dan tenaga pendidik pernyataan sikap ini juga dihadiri oleh mahasiswa UMY yang belum melakukan mudik ke kampung halamannya, mereka memilih untuk tetap di Jogja demi mengawal UU TNI yang telah disahkan oleh DPR karena dinilai mengandung unsur pengembalian dwifungsi TNI dan mengkhianati reformasi 1998. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Taufiq salah satu Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang juga tergabung dalam Aliansi UMY Bergerak, Taufiq menyampaikan bahwa “Revisi RUU TNI yang telah disahkan menjadi UU merupakan bentuk pelanggaran terhadap janji reformasi tahun 1998. Ini menjadi ancaman bagi kembalinya pemerintahan yang mengedepankan prinsip militerisme daripada prinsip demokrasi dan mengganggu tegaknya supremasi sipil”.
Juga hal serupa disampaikan oleh Arya selaku Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik “Kampus sebagai pilar demokrasi harus memastikan kebijakan publik selaras dengan prinsip keadilan dan supremasi sipil. Perihal sikap ini jelas dan mutlak bahwa kita mengecam serta menolak disahkannya UU TNI karena akan menimbulkan ragam kekhawatiran nanketakutan masyarakat akan kembalinya TNI dalam urusan sipil”.
Menanggapi hal ini David Effendi selaku Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah menyampaikan, “Sudah selayaknya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sebagai lembaga pendidikan memiliki otonomi dan kewenangan menanggapi fenomena-fenomena yang tidak sesuai dengan semangat juang Muhammadiyah dan menyalahi cita-cita reformasi”.