Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik - Persyarikatan Muhammadiyah

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
.: Home > Artikel

Homepage

Politik Inklusi: Titik Temu Agraria, Adat dan Ekologi

.: Home > Artikel > Lembaga
07 Desember 2023 13:36 WIB
Dibaca: 152
Penulis : David Effendi (Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah)

Politik Inklusi sebagai lawan dari politik eksklusi merupakan upaya memulihkan hak kewargaan yang sekian abad dirampas oleh kuasa politik eksklusi yaitu negara dan pasar yang juga menegasikan banyak politik kewargaan sebagai sesuatu yang menganggu dan meresahkan pihak yang memonopi kekuasaan. Karen Donfried, President, German Marshall Fund of the United States, U.S memberikan advokasi yang sangat penting. Dia bilang “Political inclusion is essential in order to sustain and strengthen our democracies." 
German Marshall Fund of the United States (GMF) network sendiri mendefinisikan bahwa:
“political inclusion as engaging all in the community in political processes, such as civic education, voting, running for office, and offering input to representatives as policies and legislation are developed, thereby creating a sense of agency and belonging.”
 
Politik inklusi adalah respon atas praktik kuasa politik ekslusi yang bercokol sejak penjajahan dan kolonialisme berkepanjangan yang terus direproduksi bahkan di negara yang mengklaim demokratis sekalipun. Seperti siasat kapitalisme yang terus berubah seusia zaman. Ia pun diawetkan oleh proponennya dengan segala muslihatnya.
 
Bagi Derek Hall, Philip Hirsch, dan Tania Murray Li dalam bukunya “Kuasa Eksklusi: Dilema Pertanahan di Asia Tenggara,” mendefinisikan eksklusi sebagai tindakan di mana pihak-pihak tertentu dicegah untuk mendapatkan manfaat dari suatu hal—khususnya tanah (hlm. 12). Mereka berpandangan bahwa lawan dari eksklusi adalah akses, bukan inklusi yang sering digunakan dalam berbagai kajian. Definisi tersebut berangkat dari pendapat Ribot dan Peluso yang mendefinisikan “akses” sebagai kemampuan mendapat manfaat dari sesuatu (hlm. 12).
 
Menurut mereka proses eksklusi menjadi tiga. Pertama, bagaimana pihak tertentu memelihara akses atas tanah yang mereka punya dan mencegah akses calon pengguna lain; kedua, bagaimana pihak tertentu yang memiliki akses atas tanah kehilangan akses tersebut; ketiga, bagaimana pihak tertentu yang tidak memiliki akses, dicegah untuk mendapatkan akses. Bagi mereka, eksklusi mesti dipahami lebih luas dari konsep kepemilikan pribadi. Eksklusi tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya hak resmi, tetapi oleh berbagai kekuasaan yang dapat mencegah orang mendapatkan akses dari tanah (hlm. 12).
 
Berangkat dari konsep tersebut, mereka kemudian menjelaskan empat kuasa yang membentuk eksklusi. Kuasa-kuasa tersebut merupakan induk dari analisis pertanahan (hlm. 330). Jadi, walaupun mereka hanya menggunakan empat kuasa eksklusi, bukan berarti kuasa-kuasa lain tidak penting, bahkan kuasa lain juga ikut bekerja (hlm. 330). Serta penting pula diingat bahwa kuasa-kuasa tersebut saling berhubungan dalam suatu proses eksklusi.
Kuasa pertama adalah peraturan yang memiliki komponen seperti menentukan batas petak tanah; jenis penggunaan tanah yang diperbolehkan atau dilarang; menentukan jenis-jenis klaim kepemilikan atau hak pemanfaatan yang dapat diberikan untuk berbagai macam status tanah; serta menentukan individu, kelompok, atau instansi mana yang mempunyai hak atas lahan tertentu (hlm. 26). Kuasa peraturan juga bisa dilakukan oleh kelompok masyarakat adat yang menentukan akses tanah dan eksklusi di wilayahnya, pun dengan lembaga internasional seperti UNESCO (hlm. 27).
 
Bagaimana memperkuat politik inklusi?
 
Upaya mencari solusi yang tepat dan berdampak bagi problem politik perampasan hak dan pengabaian kewargaan di Indonesia terus menemukan tantangannya. Dua buku terbitan Obor tentang kewargaan pascakolonial dan kehambpaan hak merupakan ekspresi bagaimana kuasa mendaruratkan hak warga dikalahkan oleh kuasa eksklusi oleh negara yang berkoalisi parasitisme dengan korporasi.
 
Artikel ini sedikit saya menyinggung level yang sedikit normatif. Pertama, agenda deepening demokrasi didorong lebih membumi di zaman regresi demokrasi. Banyak catatan sarjana menunjukkan, bahwa Negara-negara demokrasi sedang menghadapi tekanan serius saat ini. Kami percaya bahwa dengan menjadikan praktik politik di negara demokrasi kita lebih inklusif, kita juga akan menjadikan demokrasi kita lebih kuat dan bertahan lama, serta menunjukkan dengan lebih baik sistem politik yang sangat cocok untuk mengorganisir masyarakat yang stabil, damai, dan taat hukum bagi dunia saat ini.
 
Pada umumnya praktik demokrasi yang mana keterlibatan penuh warga negara meningkatkan jumlah total kekuasaan yang tersedia dalam masyarakat kita, dibandingkan dengan pendekatan zero sum (zero sum) dalam praktik demokrasi yang mana kekuasaan dianggap terbatas dan oleh karena itu terdapat godaan untuk memonopoli dan menahannya.
 
Kehendak demokrasi reflektif yang mana wakil-wakil di lembaga legislatif mencerminkan seluruh keberagaman dalam masyarakat, dan partai politik juga mewakili dan menawarkan berbagai pilihan yang dibutuhkan warga negara kebanyakan bukan oligarki pemodal. Ada warga dirampas tanahnya, dicabut akses terhadap air dan hutannya, dan kebudayaannya sekarat akibat hutan diganti food estate, sungai dan pesisirnya dicemari limbah racun. Ini kerja pembanguna padat modal yang mematikan hukum adat dan solidaritas agraris.
 
Tentu saja, publik menantikan sistem pemilu di mana setiap suara diperhitungkan, bebas dari pengaruh uang, dan di mana setiap individu usia pemilih didukung dan didorong untuk belajar tentang kandidat dan pilihan surat suara lainnya, ikut serta dalam pemungutan suara dan memberikan suara dengan sukses.
 
Kedua, pendayagunaan IT untuk memperkuat politik kewargaan. Sebagian percaya dengan upaya untuk lebih memahami kekuatan teknologi komunikasi baru, cara mengatasi misinformasi, dan memastikan proses demokrasi aman, melindungi hak, memberdayakan, dan memerdekakan. Di Indonesia, kendala ini luar biasa hebat karena hukum menjadi alat represifitas yang tiada tandingannya.
 
Ketiga, Proses pendidikan kewarganegaraan yang mengajarkan dan membina praktik demokrasi sejak usia dini, secara adil di seluruh negara kita. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini dalam politik inklusi, perlu ada upaya lebih berani dan inovatif. Di Paris, mereka sedang menyusun prinsip-prinsip visi bersama mengenai inklusi politik, dan mendiskusikan peta jalan tentang cara mencapai visi ini dalam konteks negara yang berbeda. 
 
Agenda pemilu 2024 saya kira penting dirasusi agenda ini walau nampak psimistis akibat goncangan privatisasi politik dan hukum di akhir masa jebatan. Publik semakin diabaikan oleh lembaga-lemaga demokrasi. Dengan kekuatan politik kewargaan upaya membangun solidaritas demokratik dapat bekerja sama secara kritis dengan pemangku kepentingan dalam mencapai inklusi politik yang sebenar-benarnya. Pun demkian, setiap warga atau kumpulan warga dapat berupaya keras memajukan politik inklusi politik dari lingkaran pengaruh terdekat dan dimulai dari proses poltik elektoral di tahun politik ini.
 
Dengan platform politik inklusif ini publik menilai visi misi capres seberapa komitmen mereka kepada pembangunan relasional yang adil dan lestari antara idea pembangunan yang memajukan dengan kerja keselerasan dengan aktor-aktor kunci penjaga lingkungan hidup yaitu masyarakat adat, petani, nelayan, dan generasi masa depan.
 

Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website